2008-07-28

menghancur kan mimpi

entah sudah berapa puluh kali gw nguji kompre mahasiswa gw.. banyak yang tersenyum bahagia lulus, ada juga yang menangis terharu, tapi selalu saja ada yang buete karena gak lulus.

tadi pagi, gw nggak nge lulus in lagi satu orang. emosional bgt dia, mungkin karena dia cukup pede dan gak expect failed. Sampai sampai, baru kali gw alamin, sudah dikasih keputusan gak lulus, dia begging minta dikasih pertanyaan bonus buat memperbaiki biar lulus :(.

baru kali ini juga, gw berpikir.. faktor faktor apa saja yang membuat seorang `penilai` seperti dosen pas nguji kompre dalam menentukan nilai. gw tidak melihat ukuran yang bisa dibilang 100% obyektif, karena obyektifitas mensyaratkan ke tetapan hasil pada pengulangan pengamatan oleh pengamat lain (ribet amat bahasa nya :). Padahal, pada kasus seperti ujian lisan (kompre) kan tidak mungkin. berapa besar peran misal nya, apakah tadi dosen sempat sarapan dulu atau tidak, dengan rating ketidak lulusan mahasiswa yang di uji ?

gw tidak bercerita tentang mahasiswa yang tadi gw uji. dia memang belum cukup kompeten, meski kadang gw bertanya pada diri sendiri: adakah ukuran matematis yang 100% obyektif, untuk membuat score C (lulus) dan bukan nya C- (c minus, gak lulus) ? yang pasti, kalau gak lulus sih si mahasiswa mesti bayar semesteran lagi, dan angka 5.5 jt per semester itu jelas obyektif, siapaun yang bayar akan tahu bahwa 5.5 jt ya 5.5 jt, bukan 5500 rp.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar