2008-11-09

My deepest condolescence

Minggu dinihari, negara ini kembali membunuh warga negara nya atas nama hukum: amrozy, ali ghufron aka mukhlas, dan imam samudra aka abu azis. 
Semua orang tahu mereka mati sebagai musuh peradaban, sebagai terpidana teroris. Meski ada sebagian yg melihat mereka sebagai icon perlawanan hegemoni barat. 
Buat gw, mereka sekedar anak manusia yg dilahirkan dr rahim seorang ibu, punya saudara maupun keluarga. Tidak ada yg istimewa, atau mungkin tidak ada yang *tidak istimewa* dr sebuah kematian. 
Ada yg menarik dr jawaban para korban bom bali, korban para teroris ini. Mereka memaafkan para teroris ini seraya mendoaakan agar arwah para teroris ini diterima di sisi-Nya. Tidak ada rasa dendam. Betapa indah nya. Cuma gw berpikir, akan sangat jauh lebih indah dan nyata cinta nya, jika maaf dan ketiadaan dendam ini disampaikan tanpa perlu menunggu tambahan 3 kematian lagi, setelah 220 orang yg sudah tenang di sisi-Nya, korban bom bali ke tiga teroris. 

Hukuman mati selalu kontroversial, apakah kematian para terpidana mengembalikan kehidupan para korban yg terenggut? Tidak. Apakah kematian para terpidana teroris menghentikan org lain melakukan hal serupa? Melihat mereka yg pada melayat sih, gw sangat gak yakin. Jadi, nyawa para terpidana, hanya untuk sebuah kelegaan dr perasaan balas dendam?

Note: ini bukan krn gw muslim dan trio bombers itu mengatasnamakan islam. Pertanyaan ttg hukuman mati ini berlaku jg utk Tibo CS, sumiarsih, sugeng, rio martil, dukun as, dan semua terpidana yang kehidupannya direnggut negara atas nama hukum. 

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar